Seperti biasa, Bejo mengawali aktifitas paginya dengan duduk di teras rumah mendengarkan berita dan informasi dari radio kesayangannya. Sesaat dia terdiam sejenak mendengar berita terbaru di daerah tempat tinggalnya.
“Informasi terkini pendengar, ada 5 SD negeri di kabupaten Konoha pada tahun ajaran 2024/2025 tidak mendapat murid bari sama sekali …”
Belum selesai berita dibacakan, Bejan (teman akrab Bejo sejak kecil) terlihat melintas di ujung jalan. Perlahan mendekat, kiranya memang mau berkunjung ke rumah Bejo.
“Assalamualaikum,” Bejan mengucapkan salam.
“Wa’alaikumsalam,” Bejo menjawab.
“Kamu sedang apa Jo?”
“biasa ini, mendengarkan radio.”
“ Eh jan, baru saja saya mendengar berita kalau banyak SD di daerah kita yang tahun ini tidak dapat murid baru, kira-kira apa yang penyebabnya?”, Bejo bertanya kepada Bejan dengan ekspresi penasaran.
“Mungkin sudah kebanyakan SD di daerah kita, sehingga siswa yang masuk sedikit,” jawab Bejan.
“tapi ada lho Jan, sebagian SD yang lain mendapatkan banyak siswa baru,” jawab Bejo menimpali.
“Ya… panjang sih kalau ingin membahas masalah ini, mending ngopi dulu aja.
“Oh iya, kamu mau minum apa? Mmm… iya ya kamu tadi ngomong kopi ya.
Sesaat kemudian terdengar lagi informasi dari radio tersebut.
“Fenomena unik terjadi di negeri Sunagakure. Bagaimana tidak ada seorang yang dituakan di sana bisa berbicara dengan semut.”
Pembaca berita menirukan nada bicara yang viral tersebut,
“Asqoli inna maqoli ya gufron, …”.
Di tengah-tengah mendengarkan radio, kedua sahabat itu melanjutkan obrolan
“Semakin aneh saja yang Jan, dunia sekarang. Masak iya ada orang bisa bahasa semut.”
“Ya, jaman sekarang kalau tidak aneh-aneh kurang jadi perhatian. Mungkin ini yang dinamakan jaman penuh fitnah. Artinya banyak keanehan dalam segala hal yang membuat kita semakin bingung. Semakin sulit membedakan antara sesuatu yang benar-benar baik dan sesuatu yang dibuat-buat seolah baik. Kita harus benar-benar cermat Jo.” Bejan menjawab dengan cukup panjang.
“Ya gimana Jan, kalau orang awam seperti saya tetap saja bingung”
“Ya, setidaknya kita punya ukuran-ukuran yang pasti. Misalkan kita sebagai seorang muslim maka, kita pakai dasar-dasar agama kita. Jangan terlalu mengikuti hawa nafsu maupun terlalu berlebih dalam mengandalkan logika. Dengan memegang dasar-dasar agama dan juga menganalisis se bisa kita serta berusaha membersihkan hati, itu yang paling tidak akan membantu kita untuk menyimpulkan segala sesuatu lebih jernih.”
“oke Jan, terima kasih sudah diingatkan. Berarti salah satu kunci yang penting adalah dengan membaca dan belajar ya?” Bejo menjawab disertai pertanyaan lagi.
“Iya itu yang penting. Kita dapat berbagai wawasan dan keilmuan dengan membaca dan bealajar disertai dengan sharing atau berbagi wawasan dengan teman kita.
Misalnya contoh tadi, terkait sekolahan yang tidak dapat murid. Bisa jadi itu disebabkan oleh internal lembaganya yang kurang bisa mengelola sekolah tersebut, mungkin juga disebabkan oleh faktor lain, misalnya semakin banyak sekolah berdiri, kemudian regulasi aturan dari pemerintah yang tidak jelas dan lain sebagainya.
Ada juga contoh orang yang katanya bisa berbicara dengan semut itu, bisa kita analisis dengan dasar-dasar agama, apakah dapat dibenarkan atau tidak. Tentu juga berkomunikasi dan mencari wawasan juga dengan orang yang berilmu.”
“Oke Jan, terimakasih nasehatnya.