Dalam membuat berita, data menempati posisi penting, karena melalui datalah peristiwa (fakta) dapat dilaporkan. Data merupakan “mind” (rekaman) dari suatu peristiwa. Dan penulis (jurnalis) menyajikan konstruksi dari peristiwa/fakta tersebut yang disusun dari berbagai data.
Ada beberapa cara untuk penggalian data tersebut. Pertama, melalui pengamatan langsung penulis (observasi) untuk mendapatkan data tentang kejadian. Kedua, melakukan wawancara terhadap seseorang yang terlibat langsung (sekunder) dalam suatu kejadian. Wawancara juga dimaksudklan untuk melakukan Cross Chek demi akurasi data yang diperoleh melalui pengamatan (observasi). Ketiga, selain dua perangkat tersebut data juga bisa diperoleh melalui data literary terhadap dokumen-dokumen dengan suatu fakta kejadian ataupun fenomena (jika dimungkinkan) data demikian dianggap penting.
Observasi
Ini dilakukan pada tahap awal pencarian data tentang sesuatu. Dalam pengamatan sangat mengandalkan kepekaan inderawi (lihat, dengar, cium, sentuh) dalam mengamati realitas. Namun dalam pengamatan tersebut seorang observator tidak boleh melakukan penilain terhadap realitas yang diamati. Kegiatan observasi terkait dengan pekerjaan memahami realitas detail-detail kejadian yang berlangsung. Untuk itu diperlukan upaya memfokuskan pengamatan pada obyek-obyek yang tengah diamati.
Observasi memerlukan daya amatan yang kritis, luas. Namun tetap tajam dalam mempelajari rincian obyek yang ada dihadapannya. Untuk mendapatkan pengamatan yang obyektif si pengamat harus bisa mengontrol emosional dan mampu menjaga jarak dengan segala rincian obyek yang diamati.
Dalam penggalian data melalui observasi ini sifatnya langsung dan orsinil. Langsung artinya dalam pengamatannya tidak berdasarkan teori, pikiran dan pendapat. Ia menemukan langsung apa yang hendak dicarinya. Orsinil artinya hasil amatannya merupakan hasil serapan indranya bukan yang dilaporkan orang lain. Dan untuk selanjutnya akan dibahas secara lengkap mengenai jenis pengamatan, mulai pengamatan I, II, III dan IV
Pengamatan I
Tahap ini merupakan langkap untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan pada suatu obyek yang telah ditentukan agar mampu untuk mendeskripsikannya. Hal ini dimaksudkan untuk membedah kesadaran antara obyektifitas dan subjektifitas, antara fakta dan imajinasi sebagai bagian dari news.
Dari sini diusahakan untuk mampu mendeskripsikan keberadaan benda mati ke dalam bentuk sebuah tulisan. Maksimalisasi panca indera sangat ditonjolkan untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan secara deskriptif. Dalam pendeskripsian ini harus mengoptimalkan kemampuan indera dalam meggambarkan sebuah benda tanpa menyebutkan sifat objek. Sebab jika mengungkapkan sifat pada sebuah objek, maka deskripsi akan bersifat subjektif.
Karena itu diperlukan batasan antara objektifitas dan subjektifitas. Objektifitas dapat berpatokan pada: posisi letak, ukuran, warna, bahan, kedudukan, akurasi, identitas, dan non justification. Sedangkan subjektifitas dalam pendeskripsian dapat di lihat dari: keadaan, agak/ kemiripan, imajinasi pendapat pribadi, gaya bahasa banyak mengulas mengulas, mengungkapkan sifat, fungsi/ normative dan suasana.
Keduanya dapat dijadikan pisau dalam menganalisa suatu objek. Selanjutnya dari hasil deskripsi, seorang yang membacanya dapat menyimpulkan sendiri berdasarkan data.
Pengamatan II
Dalam tahap ini deskripsi objek lebih di tingkatkan lagi pada benda bergerak/ hidup. Dengan prinsip yang tidak jauh berbeda dengan pengamatan I. kemampuan indera lebih dipertajam untuk memperoleh deskripsi yang maksimal. Pembatasan wilayah objektifitas dan subjektifitas tetap ditekankan, namun disini lebih di kembangkan untuk penentuan fokus pengamatan pada objek. Dengan demikian selanjutnya akan lebih mengarahkan deskripsi pada focus benda (supaya tidak meluas). Pengungkapan kondisi dan suasana lingkungan dapat dimasukkan dalam pengamatan ini yang berusaha untuk memberikan deskripsi secara utuh (holistic)
Pengamatan III
tahap ini akan mengamati sebuah gambar atau foto dari sebuah peristiwa. Praktisnya adalah berusaha untuk membangun analisis dan deskripsi objektif dari sebuah gambar atau foto yang dianggap sebagai dunia nyata sekaligus pengamat diposisikan seolah-olah berada dalam keadaan tersebut. Dalam pengamatan ini diupayakan untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan pada peristiwa dunia dalam gambar tersebut. Aktualisasi analisis dapat dilakukan dengan mengajukan dan menuliskan pernyataan sebanyak-banyaknya tentang peristiwa yang diamati. Selanjutnya dapat diminta untuk mengajukan dan menuliskan kemungkinan jawaban atas setiap pertanyaannya.
Focus kesadaran penginderaan benar-benar harus dicurahkan untuk mendapatkan deskripsi yang detail dan akurat. Hasil pengamtan ini dapat dijadikan tolak ukur sehingga kekuatan dan kemampuan seseorang jurnalis dalam menganalisa memecahkan persoalan sekaligus kemudian menuangkannya dalan tulisan. Untuk mempertajam analisa dapat ditambah dengan perinsip 5 W + 1 H.
Pengamatan IV
Pengamatan ini akan memfokuskan kesadaran dan kepekaan indera pada sebuah peristiwa nyata untuk kemudian dideskripsikan. Di sini para calon jurnalis dapat menggali data dengan alat bantu wawancara maupun cara lain yang berkaitan dengan perristiwa tersebut. Hanya saja titik tekan lebih pada proses pengamatan (indera). Yang kemudian prinsip 5 W + 1 H dalam tahap ini dapat di aplikasikan secara langsung dan menyeluruh. Dalam tahap ini sebanarnya dinding pemisah antara subjektifitas dan objektifitas sangat tipis.
Apa yang di anggap objektifitas oleh seseorang bisa dianggap subjektifitas oleh orang lain, begitu pula sebaliknya. Misalnya kita analogikan dengan sebuah pernyataan “agama itu baik bagi manusia” atau “agama itu tidak baik bagi manusia”. Sehingga kemungkinan orang akan mengatakan pernyataan pertama benar dan objektif dengan alasan misalnya banyak orang telah membuktikan kebaikan agama. Tetapi dengan alasan dan bukti berbeda, orang lain akan membenarkan pernyataan kedua.
Begitu pula dalam subuah peristiwa, bahwa objektifitas dan subjektifitas pendapat orang akan bersifat relative, tergantung pada siapa yang mengatakan dan dalam kondisi bagaimana. Subjektifitas akan dikatakan objektif apabila dikautkan dengan pendapat seseorang, dalam arti bukan pendapat penulis/ jurnalis.
Wawancara
Wawancara merupakan aktifitas yang dilakukan dalam jurnalistik untuk memperoleh data. Dalam menggali data tidak mungkin bag seorang jurnalis untuk menulis berita. Hanya mengandalkan hasil observasi, tanpa melakukan wawancara. Karena dengan wawancara bisa memperoleh kelengkapan data tentang peristiwa atau fenomena. Juga dengan wawancara seorang jurnalis melakukan cross chek atau recheck dari data yang diperoleh sebelumnya demi akurasi data. Perlu diperhatikan bahwa wawancara bukanlah proses Tanya jawab “saya bertanya-anda menjawab” wawancara lebih luas dari proses tanya jawab. Pewawancara dan yang diwawancarai berbagi pekerjaan “membagun ingatan” tujuan umumnya merekonstruksi kejadian yang entah baru terjadi atau lampau. Dalam aktifitas ini (wawancara) pewawancara dan yang diwawancarai akan membangun kembali ingatan-ingatan tersebut.
Tekhnik Wawancara
Menguasai permasalahan; Ini penting untuk menghindari Miss Understanding antara pewawancara dan yang diwawancarai.
Ajukan pertanyaan yang lebih spesifik
Pertanyaan yang lebih spesifik akan lenbih membantu dan mempermudah dalam mengarahkan topic pembicaraan
Jangan menggurui
Karena wawancara bukan proses tanya jawab, tetapi aktifitas membangun ingatan terhadap peristiwa yang baru terjadi atau telah lampau.
Oleh : Muhammad Arifin
Alumni Lembaga pers mahasiswa al-Millah
Alumni Lembaga pers mahasiswa al-Millah
0 comments :
Posting Komentar