Rabu, 21 Maret 2018

Kamu ke Kiri, Boleh to Saya ke Kanan?


Dimanapun kita berada, pasti, akan menemui beragam model jenis manusia dengan berbagai pemikiran, latar belakang, sifat dan karakternya masing-masing. Ketika kita sudah sadar bahwa hal  tersebut merupakan keniscayaan tentu kita akan mensikapi hidup lebih selow, woles, tenang dan tidak grusa-grusu dalam mengambil sikap. Tentu tidak pula kemudian kita mudah meremehkan sesuatu dan sekarepe dewe. Tetap kita harus memegang nilai, norma serta kebijaksanaan dalam masyarakat.

Dengan luasnya jagat raya serta dunia ini, diperlukan proses secara terus menerus untuk semakin dapat memahami setiap kejadian sembari belajar dari pengalaman untuk mendewasakan diri. Melihat sebuah persoalan dengan berbagai sudut pandang serta pemahaman.

Seperti kata mbah Wittgenstein yang dikutip oleh mas Edi AH Iyubenu dalam bukunya ‘Cerita Pilu Manusia Kekinian’, “Jangan menjadi lalat dalam toples kaca”. Merasa bisa melihat dan mengetahui segala hal pada hal sama sekali tidak kemana-mana. Ia tetap di dalam toples kaca dibekap absolutivitas perasaan dan pemikirannya sendiri.

Persoalan tentang kehidupan memang tiada habis untuk dibahas, seperti halnya juga saat kita membahas tentang kriteria kebahagiaan . seorang teman pernah bercerita, terkadang kita memerlukan sebuah new view, sebuah pandangan baru, suasana baru dan tentu saja sedikit berani. Jika memiliki sedikit waktu sempatkan untuk mendaki gunung menikmati semilirnya angin, sedikit menengoh indahnya laut serta pohon kelapa yang melambai-lambai atau mungkin hanya sebatas ngopi di tempat baru yang belum kita kunjungi.

Pada titik-titik tertentu memang, kita dihadapkan pada sebuah keadaan yang menyulitkan diri, namun juga bukan berarti kita harus putus asa. Saat kita telah bertahan hingga sejauh ini, tentu itu merupakan modal pengalaman yang sangat berharga. Sungguh berharga, sehingga tidak perlu spaneng dan pisuh-pisuhan seperti ketika kalah bermain mobile legend.

Terkadang kita merasa bahwa orang lain terlalu mendominasi dan mengkerdilkan kemampuan kita, kita pun juga terkadang memiliki sikap yang sama pula, tanpa sadar juga memaksakan kehendak diri untuk selalu diikuti orang lain.

Dalam permasalahan yang kompleks, tentu sebagai orang Islam kita harus merujuk pada kitab suci al Qur’an. Kebenaran itu mutlak hanya dimiliki agama Islam sebagai satu-satunya pedoman umat manusia, namun juga tidak diartikan mewajibkan setiap manusia untuk memeluk agama Islam dengan dipaksakan, terlebih lagi hingga menimpulkan konflik berkepanjangan. Al Qur’an mentyebutkan, laa ikraha fiddiin, tidak ada paksaan untuuk masuk dalam agama Islam. Ayat lain yang semisal disebutkan dalam surat al Kahf ayat 29 tentang kebebasan utuk beriman atau kafir, tentu dengan segala konsekuensinya.

Inilah ayat pokok tentang pentingnya mengedepankan kesadaran, keteguhan beragama serta kearifan untuk mengambil sikap. Jika kita turunkan, akan ada semacam titik-titik batas dimana seseorang hanya boleh mengajak dan memberi peringatan, selebihnya adalah hak manusia untuk memilih jalan yang benar atau jalan yang salah.

Hidup itu memang kompleks teman, segala hal yang terjadi saling berkaitan satu dengan yang lain. Setiap pilihan yang kita ambil saat ini juga akan menentukan masa depan. Setiap perjalanan, pengalaman dan kisah kehidupan akan selalu mewarnai zaman hingga akhirnya nanti kita menghadap sang pemilik jagat semesta (Allah SWT) dengan tersenyumkah atau dengan menangiskah, semua ditentukan mulai saat ini.

Hiduplah dengan santun, woles namun juga tegas dan memiliki prinsip kebjaksanaan yang kuat.
Salam.


sumber : https://www.kompasiana.com/avivazantha/5ab33207f133447db05074e4/kamu-ke-kiri-boleh-to-saya-ke-kanan

0 comments :

luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com