Ilustrasi |
Oleh: aviv azantha
Pagi itu di sebuah teras rumah, pak Wo (nama akrab seorang lelaki tua berusia 50 tahun) sedang duduk dengan menyandarkan bahunya pada sebuah kursi goyang antik. Bisa dibilang antara kursi dan orang yang mendudukinya sama-sama antiknya. Tidak cukup itu saja, pak Wo juga memiliki koleksi batu akik yang beranekaragam.
“antara kursi dan orangnya sama-sama tuanya,” batin Narto (seorang anak berusia 10 tahun yang tidak bersekolah) dengan diringi tertawa kecil melihat tingkah pak Wo. Narto memang tidak punya kesibukan lain di pagi hari. Ketika musim mangga tiba sudah dapat dipastikan Narto tiap paginya memetik mangga milik pak Wo yang di tanam didepan rumah. Sudah hafal betul, penglihatan pak wo yang sudah tidak jelas, dengan leluasa Narto mengambil mangga serta mengawasi kelakuan laki-laki tua itu.
Dengan senyum yang khas lelaki berusia 50 tahun tersebut menggoyangkan kursi kedepan dan belakang diiringi lagu kesukaan yang tidak pernah lupa untuk memutarnya. Dengan sebuah tape recorder lawas pak Wo manggut-manggut mengikuti lantunan lagu.
“leyeh-leyeh, penak tenan...” cuplikan lagu kesukaannya.
Mungkin hanya lagu itu yang disukai atau memang karena tidak pernah mendengar lagu lain.
Setelah kenyang memakan mangga Narto memiliki rencana untuk menjahili lelaki tua itu. Dengan kaset lagu baru yang ada ditangannya Narto berencana menggati kaset yang berada di tape recorder klasik itu. Disetiap satu kali putaran nada, pak Wo selalu masuk kedalam rumah untuk mengambil segelas kopi. Pada saat itulah aksi jail narto dimulai.
“krrkh,” radio dibuka, Narto mengambil kaset memasukkan keset lagu baru yang digenggamnya semenjak dari rumah. Kaset “leyeh-leyeh” pun berganti. Narto bergegas untuk sembunyi, lari sekuat tenaga bersembunyi dibalik pohon mangga.
Pak Wo keluar dengan membawa secangkir kopi kembali menduduki ‘singgasana’nya.
“iki wes wayahe nyetel lagu leyeh-leyeh jilid dua,” ujar pak wo dengan senyum simpul.
Tombol putar ditekan. “jreengg... maju mundur, maju mundur cantik”
“opo iki,” pak Wo sangat terkejut hingga kopi yang disruputnya muncrat mengenai wajahnya.
Pak Wo terlihat kebingungan, beberapa gandes terselip disudut kedua matanya. Dengan mata yang masih terpejam itu diangkat kedua tangannya serta digerakkannya tangan tersebut ke kanan dan ke kiri dengan berharap menemukan sesuatu benda untuk mengusap kedua mata yang masih blepotan.
Di sisi lain, Narto yang duduk di bawah pohon Mangga tersebut masih terdiam tanpa suara sedikitpun.
BERSAMBUNG...
0 comments :
Posting Komentar